Wednesday, March 21, 2007

DZIKRUL MAUT

Masih muda mengingat mati ?? aduh, serem, ah!! Jangan mikir soal kematian dulu deh, kayak udah tua aja. Wah, siapa bilang mati itu harus tua ?? sudah banyak kejadian orang-orang yang mati kala usianya masih muda. Bagus bila mati dalam keadaan khusnul khatimah, kalau nggak?? Mengingat mati adalah salah satu bentuk muhasabah kita terhadap diri. Makanya siap-siap yuk..!!!
Masih muda masih lama ??
Berapa usia antum saat ini? 17, 18, 19 ? keliatannya masih muda ya, tapi siapa yang bisa memastikan usia manusia kecuali Allah SWT ? Allah punya kehendak, Allah punya takdir, dan setiap manusia punya garis masing-masing mengenai rezeki, jodoh, dan usia. Telah tertulis di lauhul mahfudz, bahkan jauh sebelum kita dilahirkan dari rahim ibunda. Maka itulah ketentuan Allah. 18,20 atau 24 tahun ?? kalau Allah sudah menakdirkan seorang manusia untuk mati, maka wafatlah dia. Mau 15,17,20,30, nggak ada yang bisa menahan kematian, meski usianya masih muda dan kuat. So, siapa bilang masih muda santai-santai saja karena mengira kematian masih jauh ?! Herannya, masih saja banyak orang yang malah menjelang tahun baru masehi menghabiskan waktu dengan pesta dan bersenang-senang seakan hidup akan selamanya. Padahal kata Rasulullah, orang mukmin yang paling cerdas adalah mereka yang banyak mengingat kematian dan mempersiapkan sebaik-baiknya kehidupan sesudah kematian (HR Ibnu Majah dan Malik)
Siapkah..??!!
Yup, kehidupan dunia memang hanya seperti halte, persinggahan, yang waktunya sangat singkat. Kehidupan setelah kematianlah yang panjang dan kekal. Kullu nafsin dzaaiqatul maut, setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati (Qs. Al-Imran:185)
Dan kematian tak memilih siapa yang akan ia jemput. Tak pandang berapa usia seseorang. Nenek-nenek, ibu-ibu, remaja, bahkan bayi yang baru lahir. Juga kita.?!
Pertanyaannya adalah siapkah kita saat malaikat pencabut nyawa mengetuk pintu kematian kita? Kalaulah usia kita belum baligh (masih bayi) mungkin kita masih suci. Kalau sudah baligh ?! tentu saja harus mempertanggung jawabkan semua yang telah kita lakukan selama di dunia.
Siapkah kita saat malaikat Izrail datang untuk mencabut nyawa? Siapkah kita merasakan pedihnya sakaratul maut, yang seorang rasulullah saja merasakan kesakitan yang luar biasa. Saat menjelang wafat, Rasulullah berulang kali memasukkan kedua tangannya ke dalam wadah yang berisi air, kemudian mengusapkan air tersebut pada mukanya, sambil berkata La ilaha illalah, sesungguhnya kematian itu mempunyai sakarat. (HR. Bukhari)
Amru bin Ash ra, menjelang wafat berkata pada anaknya, "Wahai anakku, demi Allah, seakan-akan sisi tubuhku berada di tempat tidur. Seakan-akan aku bernapas dari racun arum dan seakan ranting berduri ditarik dari telapak kaki sampai kepala." Menurut Rasulullah kematian yang teringan adalah seperti duri yang ditarik dari dalam bulu. Ketika duri ditarik, bulu-bulu tersebut ikut tertarik. Bayangkan betapa sakitnya (mungkin tak terbayangkan ya.)
Siapkah kita saat malaikat mungkar dan Nakir menanyakan amalan kita di dalam kubur? Sebab kebaikan atau kejahatan yang kita lakukan, meski sebesar dzahrah, akan dimintai pertanggungjawabannya. Siapkah kita bila kita tak dapat menjawab pertanyaan mereka lantas siksa kubur mendera kita terus, sampai kiamat datang nanti ?? Padahal alam kubur juga masih persinggahan, sebelum kiamat datang meluluh lantakkan semesta, untuk kemudian semua makhluk dikumpulkan di padang mahsyar dan ditimbang amal-amalnya. Belum lagi dengan Sirathal Mustaqim, sebuah jembatan yang akan mengantarkan kita pada surga, bila kita selamat melewatinya, atau jatuh ke dalam neraka. Surga atau Neraka ???! dan di dua tempat itulah ujung terakhir dari perjalanan manusia. Tempat yang kekal selama-lamanya. Surga atau neraka?? Siapkah bila api neraka membakar tubuh kita ??atau, berhakkah kita memasuki surgaNya ??
Jangan takut mati !!!
Betapa dunia hanyalah persinggahan yang sangat-sangat singkat. Betapa kita harus benar-benar mempersipkan diri untuk kematian, yang merupakan gerbang menuju kehidupan yang kekal. Namun bukan berarti lantas kita meninggalkan dunia dan tenggelam pada ketakutan akan mati, tanpa berbuat hal positif dan bermanfaat. Kehidupan kita di dunia adalah bekal untuk kehidupan di akhirat. Bukankah Rasulullah berkata Bekerjalah kamu untuk dunia kamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah kamu untuk akhirat kamu seakan-akan kamu akan mati esok.
So, dunia dan akhirat kematian bukan untuk ditakuti. Kematian untuk dipersiapkan. Yang kita takuti bukanlah kematian itu sendiri, namun bagaimana keadaan kita saat mati nanti. Khusnul khatimahkah atau su'ul khatimah ? apakah akhir kehidupan kita adalah akhir yang baik ataukah akhir yang buruk? Begitu banyak orang yang meninggal pada usia muda dalam kondisi su'ul khatimah, sedang melakukan maksiat atau keburukan lainnya. Padahal kondisi akhir hidup akan menentukan nasib kita kelak di akhirat, khusnul khatimah mendapat jaminan sebagai ahli surga, sebaliknya su'ul khatimah akan menjadi ahli neraka. Nah, mau pilih mana, khusnul atau su'ul ?
Yang dapat kita lakukan adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, meski usia kita masih muda. Malah semakin bagus persiapan kita sejak muda, InsyaAllah akan semakin siap kita dalam menghadapi kematian. Janganlah menyia-nyiakan waktu dan menunda kebaikan ( Ingat deh, 5 perkara sebelum 5 perkara ). Serta selalu bersungguh-sungguh untuk taat pada Allah kapan pun, dimana pun, berapa pun usia kita.
Jadi, hapus deh kalimat Muda foya-foya, tua bahagia, mati masuk surga! ( wuih, enak banget !) Ganti deh sama kalimat ini : Muda shaleh/shalehah, tua tetap shaleh/shalehah, mati InsyaAllah masuk Surga. Amin.
(((Anik R / 06 )))

Monday, March 12, 2007

KOMUNIKASI DAN LIDAH

Lidah....organ terkecil dari tubuh kita, tapi nahkoda yang mengendalikan seluruh hidup kita. Tergantung bagaimana kita memegang kemudi itu. Jika kita tak bisa mengendalikannya, hancurlah seluruh hidup kita. Satu sumber mata air yang dapat memancarkan kasih dan pahit.

Lidah... lima huruf, tapi memiliki dampak yang sangat radikal. Dia dapat menyakiti, dia dapat juga memberkati orang dengan kata-kata lembutnya. Dia dapat membuat orang menangis, dia dapat juga membuat orang tersenyum. Dia dapat membunuh, dia dapat juga mendamaikan. Dia dapat menimbulkan konflik, dia dapat juga mempersatukan.

Lidah...karena dia, persahabatan yang tak terbina dengan baik bisa hancur dengan kesalahpahaman. Karena dia, sepasang kekasih memutuskan berpisah oleh kurangnya pengertian dan keegoisan satu sama lain. Karena dia juga, suami istri yang tak teguh memegang komitmen hidup akhirnya memutuskan berpisah. Karena dia, para pemuda jatuh dalam lubang kebinasaan. Karena dia, dua suku bangsa dapat bertengkar hanya dipicu satu orang saja. Karena dia, dua negara yang berdamai bisa terpecah belah.

Lidah...dia membuat orang bisa menjadi marah, memfitnah, membunuh, egois, tidak bisa mengerti keadaan orang lain, menang sendiri, acuh tak acuh, sinis, iri hati dan dendam. Tapi lidah juga membuat hati yang beku menjadi hancur, hati yang dipenuhi amarah dapat luluh oleh adanya kata-kata bijak.

Tetapi kadangkala manusia mengabaikan betapa pentingnya komunikasi. Mereka tak pernah berpikir dampak yang kan terjadi bila kata-kata itu keluar dari mulut mereka. Lidah dapat mengeluarkan perbendaharaan yang baik jika dikendalikan oleh nahkoda yang bijaksana pula. Sebaliknya lidah dapat mengeluarkan perbendaharaan yang menyakitkan jika berada di tangan nahkoda yang akhlaknya buruk.

Komunikasi yang terbina dengan baik bisa menjadi akhir yang sangat membahagiakan dan melegakan dahaga di hati. Dua insan yang bertengkar dapat bersatu karena adanya kata-kata yang lembuat keluar dari seorang bijak. Sepasang kekasih yang bertengkar dapat kembali bersatu karena adanya insan yang mendamaikan, meski insan itu menyukai salah satunya. Negara yang sudah tercerai berai dapat bersatu karena adanya kata-kata bijak dari sang diplomat.

Lidah yang baik adalah lidah yang ingin sahabatnya bahagia, dan ingin menghancurkan persahaban itu walau sudah di ujung tanduk; lidah yang berusaha agar kekasihnya dapat kembali lagi padanya, meski sudah tak ada yang dapat dilakukannya; lidah yang ingin agar sahabatnya tersenyum kembali walaupun dia kecewa padanya dan tak ingin menyakitinya. Lidah yang baik adalah lidah yang selalu menyayangi orang lain, meski orang itu melukai perasaannya.

Jadilah lidah-lidah yang memberkati orang-orang di sekelilingmu, nahkoda-nahkoda yang membuat orang lain tersenyum, nahkoda yang memberi ketenangan dan kedamaian....
VIVID / 2006

Friday, March 09, 2007

Simatupang dan Situmorang

   Dua dari sepuluh karakteristik ideal seorang dai
adalah 'Qowiyyul Jism' dan 'Harisun ala Waqtihi'. Idealnya
seorang yang beraktivitas di jalan dakwah memang harus
mempunyai ciri tersebut. Tapi ada cerita unik tentang dua
orang ikhwan yang kebetulan tinggal satu kamar di sebuah
rumah kost-kostan. Keduanya kuliah di kampus yang sama,
jurusan yang sama, dan kebetulan sama-sama bergabung dalam
LDK yang ada di kampusnya.

Tapi yang menjadikannya berbeda adalah dari segi jam
terbangnya. Sebut saja Nursembaqo, dia setiap hari hampir
jarang ada di kamarnya. Berangkat habis Subuh, kemudian
sore pulang sebentar untuk mengambil sesuatu dan mandi,
lalu pergi lagi dan pulang larut malam. Itupun tidak
setiap hari pulang. Belum lagi kalo pas hari libur atau
sedang kosong, tiba2 ada panggilan dakwah, maka ia
langsung pergi walaupun pukul sebelas malam.

Lain lagi dengan teman sekamarnya si Nunmajenun. Dia
paling sering kelihatan di rumahnya. Atau lebih tepatnya
di kamarnya. Atau lebih pasnya lagi, lebih sering
kelihatan tidurnya. Pagi berangkat kuliah sebagaimana
biasa, dan siang pulang kemudian di rumah terus sampai
esoknya lagi, kecuali satu hari saja untuk 'aktivitas
ngaji' di rumah seorang ustad.

Perbedaan yang sangat frontal ini konon mendapat
perhatian serius dari ikhwah lain yang tinggal sekost
dengan mereka berdua. Akhirnya, walaupun keduanya bukan
dari Batak, mereka sepakat memberi marga di belakang nama
mereka. Simatupang untuk Nursembaqo, yang berarti 'Siang
Malam Tunggu Panggilan', karena aktivitas dakwahnya yang
begitu padat. Sedangkan untuk Nunmajenun diberi nama
Situmorang, yang berarti 'Si Ikhwan Tukang Molor Doang!'


(Abu Farwah, Canda Tawa Ikhwan(Jakarta: FBA Press, 2005),
hal. 12-14.

Pandu D.R./2006

Monday, March 05, 2007

Satu cerita tentang.........

Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa
apapun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita.
Apabila kita melakukan energi positif atau kebaikan maka kita akan
mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula bila kita melakukan
energi negatif atau keburukan maka kitapun akan mendapat balasan berupa
keburukan pula. Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah pengalaman
pribadi yang terjadi pada 2003.



Pada September-Oktober 2003 isteri saya terbaring di salah satu rumah
sakit di Jakarta . Sudah tiga pekan para dokter belum mampu mendeteksi
penyakit yang diidapnya. Dia sedang hamil 8 bulan. Panasnya sangat
tinggi. Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah terbujur di ruang
ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang tersambung ke sebuah
layar monitor.



Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya. Dokter
berkata, "Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu". Sayapun
menjawab "Mengapa dokter meminta izin saya? Bukankan setiap pagi saya
membeli berbagai macam obat di apotek dokter tidak meminta izin saya"
Dokter itu menjawab "Karena obat yang ini mahal Pak Jamil." "Memang harganya
berapa dok?" Tanya saya. Dokter itu dengan mantap menjawab "Dua belas
juta rupiah sekali suntik." "Haahh 12 juta rupiah dok, lantas sehari
berapa kali suntik, dok? Dokter itu menjawab, "Sehari tiga kali suntik
pak Jamil".



Setelah menarik napas panjang saya berkata, "Berarti satu hari tiga
puluh enam juta, dok?" Saat itu butiran air bening mengalir di pipi.
Dengan suara bergetar saya berkata, "Dokter tolong usahakan sekali lagi
mencari penyakit isteriku, sementara saya akan berdoa kepada Yang Maha
Kuasa agar penyakit istri saya segera ditemukan." "Pak Jamil kami sudah
berusaha semampu kami bahkan kami telah meminta bantuan berbagai
laboratorium dan penyakit istri Bapak tidak bisa kami deteksi secara
tepat, kami harus sangat hati-hati memberi obat karena istri Bapak juga
sedang hamil 8 bulan, baiklah kami akan coba satu kali lagi tapi kalau
tidak ditemukan kami harus mengganti obatnya, pak." jawab dokter.



Setelah percakapan itu usai, saya pergi menuju mushola kecil dekat
ruang ICU. Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa, "Ya Allah Ya
Tuhanku... aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba-Mu,
akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti akan
Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah aku
lakukan juga akan Engkau balas. Ya Tuhanku... gerangan keburukan apa
yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan sakit isteriku
yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga dan pikiranku
begitu lelah. Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau Maha Tahu bahkan
Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk. Dan Engkaupun
mengetahui hal yang kecil dari itu. Aku pasrah kepada Mu Ya Tuhanku.
Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah
Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini."



Ketika saya sedang berdoa itu tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan
kejadian puluhan tahun yang lalu. Ketika itu, saya hidup dalam keluarga
yang miskin papa. Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya sekolah
yang hanya Rp. 25 per bulan. Akhirnya saya memberanikan diri mencuri
uang ibu saya yang hanya Rp. 125. Saya ambil uang itu, Rp 75 saya
gunakan untuk mebayar SPP, sisanya saya gunakan untuk jajan.


Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang ia menangis sambil terbata
berkata, "Pokoknya yang ngambil uangku kualat... yang ngambil uangku
kualat..." Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh
ibuku.
Melihat hal itu saya hanya terdiam dan tak berani mengaku bahwa sayalah
yang mengambil uang itu.



Usai berdoa saya merenung, "Jangan-jangan inilah hukum alam dan
ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka saya
akan memperoleh keburukan. Dan keburukan yang saya terima adalah
penyakit isteri saya ini karena saya pernah menyakiti ibu saya dengan
mengambil uang yang ia miliki itu." Setelah menarik nafas panjang saya
tekan nomor telepon rumah dimana ibu saya ada di rumah menemani tiga
buah hati saya. Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di
rumah, maka saya bertanya kepada ibu saya "Bu, apakah ibu ingat ketika
ibu kehilangan uang sebayak seratus dua puluh lima rupiah beberapa
puluh
tahun yang lalu?"



"Sampai kapanpun ibu ingat Mil. Kualat yang ngambil duit itu Mil, duit
itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega-teganya ada
yang ngambil," jawab ibu saya dari balik telepon. Mendengar jawaban itu
saya menutup mata perlahan, butiran air mata mengalir di pipi.



Sambil terbata saya berkata, "Ibu, maafkan saya... yang ngambil uang
itu saya, bu... saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf... saat
nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama
ibu." Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik
telepon saya dengar ibu saya berkata: "Ya Tuhan pernyataanku aku cabut,
yang
ngambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata yang ngambil
adalah
anak laki-lakiku. Jamil kamu nggak usah pikirin dan doakan saja
isterimu
agar cepat sembuh." Setelah memastikan bahwa ibu saya telah memaafkan
saya,
maka
saya akhiri percakapan dengan memohon doa darinya.



Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter, setibanya di ruangan
sambil mengulurkan tangan kepada saya sang dokter berkata "Selamat pak,
penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas. Ibu telah kami
obati dan panasnya telah turun, setelah ini kami akan operasi untuk
mengeluarkan bayi dari perut ibu." Bulu kuduk saya merinding
mendengarnya, sambil menjabat erat tangan sang dokter saya berkata.
"Terima kasih dokter, semoga Tuhan membalas semua kebaikan dokter."



Saya meninggalkan ruangan dokter itu.... dengan berbisik pada diri
sendiri "Ibu, I miss you so much."

-Jamil Azzaini-

Keterangan Penulis:
Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku Best Seller KUBIK
LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup

...........(ai_fie2/06)...........very miss u mom......



Friday, March 02, 2007

Jangan Biarkan Dirimu Hancur

Suatu ketika, ada seorang sahabat memulai kotbahnya dengan mengeluarkan selembar uang seratus ribu yang baru. Kemudian dia bertanya "Siapa di antara kamu yang mau uang ini, jika diberikan ikhlas padamu?" Langsung saja yang mengangkat tangan banyak sekali.
Katanya lagi " Ya, ini akan saya berikan, tapi sebelumnya biar saya melakukan hal ini". Sahabat tersebut meremas uang kertas seratus ribu itu, menjadi gulungan kecil yang kumal.
Kemudian dia buka lagi ke bentuk semula : lembaran seratus ribu, tapi sudah kumal sekali. Lalu dia bertanya " Siapa yang masih mau uang ini?" Tetap saja banyak yang angkat tangan, sebanyak yang tadi.

"Oke, akan saya kasih, tapi biarkan saya melakukan hal ini". Dia menjatuhkan lembaran uang itu ke lantai, terus diinjak-injak pakai sepatunya yang habis berjalan di tanah becek sampai nggak karuan bentuknya. Dia tanya lagi" siapa yang masih mau?" Tangan-tangan masih saja terangkat. Masih sebanyak tadi.

"Nah, sahabatku, sebenarnya aku dan kau sudah mengambil satu nilai yang sangat berharga dari peristiwa tadi. Kita semua masih mau uang ini walau bentuknya sudah nggak karuan lagi. Sudah jelek, kotor, kumal... tapi nilainya nggak berkurang: tetap seratus ribu rupiah.
Sama seperti kita. Walau kau tengah jatuh, tertimpa tangga pula... tengah sakit, tengah hancur pula, atau kau gagal, nggak berdaya, terhimpit, dan merasa terhina, kecewa dan terkhianati, atau dalam keadaan apapun, kau tetap nggak kehilangan nilaimu... karena kau begitu berharga. Jangan biarkan kekecewaan, perasaan, ketakutan, sakit hati, menghancurkan kamu, harapanmu, atau cita-citamu."

"Kamu akan selalu tetap berharga, bagi dirimu, bagi diriku, bagi sahabatmu, bagi sahabat yang lain dan kau tetap sama dimata Tuhanmu. Dia, Tuhanmu, akan berlari mendekatimu, jika kau berjalan menuju-Nya. Aku pun sahabatmu akan melakukan hal yang sama, karena fithrah setiap diri kita akan mulia jika mencoba mendekati sifat-sifat Tuhan kita. Disanalah nilai dirimu berada."

Nourmayansa Vidya A,,,/2006