Tuesday, April 22, 2008

Selamat Hari Kartini (RA Kartini yang sebenernya)

Salahsatu pahlawan wanita yang cukup populer di bangsa ini adalah R.A. Kartini, tahukah Anda tentang seorang Kartini sebenarnya?? Berikut beberapa dokumentasi sejarah Kartini melalui surat-suratnya; ada attachment berupa file aplikasi untuk handphone Anda yang menggunakan OS Symbian, (sumber: www.inhandlearning. com )


Menuju Cahaya...

”Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa?? Agama Islam melarang ummatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? ?”

”Al-Quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Al-Quran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibacanya itu”

”Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella??” [Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899]

Cerminan kritis dan rasa ingin tahu yang tinggi dari seorang Kartini terlukis jelas dalam tulisan tersebut. Hingga suatu hari, takdir mempertemukan pada suatu pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat yang tidak lain adalah pamannya sendiri. Pengajian dibawakan oleh seorang ulama yang bernama Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar ( atau dikenal Kyai Sholeh Darat) tentang Tafsir Al-Fatihah.

Terjadilah dialog antara Kartini dengan Kyai Sholeh Darat;

”Kyai, perkenankanlah saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya??” tanya Kartini.

Tertegun Kyai Sholeh Darat.

”Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian??”. Kyai Sholeh Darat balik bertanya.

”Kyai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-Quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia??” balas Kartini.

Pertemuaan singkat inilah yang kemudian melahirkan jilid pertama Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran, yakni terjemahan Al-Quran dalam bahasa Jawa dari juz 1-13 karya Kyai Sholeh Darat, yang kemudian dihadiahkan pada pernikahan R.A. Kartini.

Mulailah Kartini belajar Islam dengan arti yang sesungguhnya, hingga pada suatu waktu Kartini begitu terkesan betul dengan ayat berikut;

”Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung nya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [2:257]

Kata-kata minazh zhulumaati ilan nuur ini sering diulang-ulangnya, dari gelap kepada cahaya. Bagi Kartini, terasa benar pengalaman pribadi tersebut, dari kegelisahan dan pemikiran tak berketentuan kepada pemikiran hidayah.

Dalam surat-suratnya kemudian, Kartini banyak sekali mengulang-ulang kalimat ”Dari Gelap Kepada Cahaya” ini. Istilah ini yang dalam Bahasa Belanda adalah ”Door Duisternis Tot Licht”, kemudian menjadi kehilangan maknanya setelah diterjemahkan oleh Armijn Pane menjadi ”Habis Gelap Terbitlah Terang”

Masa-masa berikutnya adalah di mana seorang Kartini mengalami transformasi spiritual yang luar biasa. Hingga mengubah pandangannya terhadap berbagai hal, misal setelah sekian lamanya bilau kagum terhadap masyarakat Eropa yang saat itu menurutnya lebih maju;

”Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakan ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban??”
[Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902]

Dalam surat lain Kartini bertekad untuk memperbaiki citra Islam yang selalu dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah. Dengan bahasa halus Kartini menyatakan;

”Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.” [Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902]

”Kesusahan kami hanya dapat kami keluhkan kepada Allah, tidak ada yang dapat membantu kami dan hanya Dia-lah yang dapat menyembuhkan.”
[Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 1 Agustus 1903]

”Menyandarkan diri kepada manusia, samalah halnya dengan mengikatkan diri kepada manusia. Jalan kepada Allah hanyalah satu. Siapa sesungguhnya yang mengabdi kepada Allah, tidak terikat kepada seorang manusia pun, ia sebenar-benarnya bebas” [Surat Kartini kepada Ny. Ovink, Oktober 1900]

Begitulah seorang Kartini, melalui dedikasi dan militansinya mengangkat derajat bangsa ini kepada sebenar-benarnya hidayah. Tidak sekedar tunduk kepada bangsa lain. Militansi memang tidak harus selalu berhubungan dengan militer atau senjata. Militansi juga termasuk sifat-sifat yang tercermin dari jiwa keprajuritan seorang Kartini; tidak mangkir dari tugasnya memahami Islam kemudian mendakwahkan, memperbaiki citra Islam dengan berbagai resiko, kesanggupan mengoreksi kezhaliman, dan banyak lagi. Akankah lahir Kartini – Kartini baru di negeri ini??


Selamat Hari Ibu...
Seorang Ibu dengan keshalehannya diberkahi, hingga syurga berada di telapak kakinya..



* ”Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu: Hamba Allah (Abdulloh)”
[Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 1 Agustus 1903]

Sumber :
http://fighter495. multiply. com/journal/ item/58
http://pangerans. multiply. com/reviews/ item/541/ Surat_Kartini_ kepada_Stella_ 6_November_ 1899?replies_ read=3


-ANDI/2005-

No comments: