Monday, March 05, 2007

Satu cerita tentang.........

Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa
apapun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita.
Apabila kita melakukan energi positif atau kebaikan maka kita akan
mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula bila kita melakukan
energi negatif atau keburukan maka kitapun akan mendapat balasan berupa
keburukan pula. Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah pengalaman
pribadi yang terjadi pada 2003.



Pada September-Oktober 2003 isteri saya terbaring di salah satu rumah
sakit di Jakarta . Sudah tiga pekan para dokter belum mampu mendeteksi
penyakit yang diidapnya. Dia sedang hamil 8 bulan. Panasnya sangat
tinggi. Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah terbujur di ruang
ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang tersambung ke sebuah
layar monitor.



Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya. Dokter
berkata, "Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu". Sayapun
menjawab "Mengapa dokter meminta izin saya? Bukankan setiap pagi saya
membeli berbagai macam obat di apotek dokter tidak meminta izin saya"
Dokter itu menjawab "Karena obat yang ini mahal Pak Jamil." "Memang harganya
berapa dok?" Tanya saya. Dokter itu dengan mantap menjawab "Dua belas
juta rupiah sekali suntik." "Haahh 12 juta rupiah dok, lantas sehari
berapa kali suntik, dok? Dokter itu menjawab, "Sehari tiga kali suntik
pak Jamil".



Setelah menarik napas panjang saya berkata, "Berarti satu hari tiga
puluh enam juta, dok?" Saat itu butiran air bening mengalir di pipi.
Dengan suara bergetar saya berkata, "Dokter tolong usahakan sekali lagi
mencari penyakit isteriku, sementara saya akan berdoa kepada Yang Maha
Kuasa agar penyakit istri saya segera ditemukan." "Pak Jamil kami sudah
berusaha semampu kami bahkan kami telah meminta bantuan berbagai
laboratorium dan penyakit istri Bapak tidak bisa kami deteksi secara
tepat, kami harus sangat hati-hati memberi obat karena istri Bapak juga
sedang hamil 8 bulan, baiklah kami akan coba satu kali lagi tapi kalau
tidak ditemukan kami harus mengganti obatnya, pak." jawab dokter.



Setelah percakapan itu usai, saya pergi menuju mushola kecil dekat
ruang ICU. Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa, "Ya Allah Ya
Tuhanku... aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba-Mu,
akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti akan
Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah aku
lakukan juga akan Engkau balas. Ya Tuhanku... gerangan keburukan apa
yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan sakit isteriku
yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga dan pikiranku
begitu lelah. Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau Maha Tahu bahkan
Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk. Dan Engkaupun
mengetahui hal yang kecil dari itu. Aku pasrah kepada Mu Ya Tuhanku.
Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah
Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini."



Ketika saya sedang berdoa itu tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan
kejadian puluhan tahun yang lalu. Ketika itu, saya hidup dalam keluarga
yang miskin papa. Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya sekolah
yang hanya Rp. 25 per bulan. Akhirnya saya memberanikan diri mencuri
uang ibu saya yang hanya Rp. 125. Saya ambil uang itu, Rp 75 saya
gunakan untuk mebayar SPP, sisanya saya gunakan untuk jajan.


Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang ia menangis sambil terbata
berkata, "Pokoknya yang ngambil uangku kualat... yang ngambil uangku
kualat..." Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh
ibuku.
Melihat hal itu saya hanya terdiam dan tak berani mengaku bahwa sayalah
yang mengambil uang itu.



Usai berdoa saya merenung, "Jangan-jangan inilah hukum alam dan
ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka saya
akan memperoleh keburukan. Dan keburukan yang saya terima adalah
penyakit isteri saya ini karena saya pernah menyakiti ibu saya dengan
mengambil uang yang ia miliki itu." Setelah menarik nafas panjang saya
tekan nomor telepon rumah dimana ibu saya ada di rumah menemani tiga
buah hati saya. Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di
rumah, maka saya bertanya kepada ibu saya "Bu, apakah ibu ingat ketika
ibu kehilangan uang sebayak seratus dua puluh lima rupiah beberapa
puluh
tahun yang lalu?"



"Sampai kapanpun ibu ingat Mil. Kualat yang ngambil duit itu Mil, duit
itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega-teganya ada
yang ngambil," jawab ibu saya dari balik telepon. Mendengar jawaban itu
saya menutup mata perlahan, butiran air mata mengalir di pipi.



Sambil terbata saya berkata, "Ibu, maafkan saya... yang ngambil uang
itu saya, bu... saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf... saat
nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama
ibu." Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik
telepon saya dengar ibu saya berkata: "Ya Tuhan pernyataanku aku cabut,
yang
ngambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata yang ngambil
adalah
anak laki-lakiku. Jamil kamu nggak usah pikirin dan doakan saja
isterimu
agar cepat sembuh." Setelah memastikan bahwa ibu saya telah memaafkan
saya,
maka
saya akhiri percakapan dengan memohon doa darinya.



Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter, setibanya di ruangan
sambil mengulurkan tangan kepada saya sang dokter berkata "Selamat pak,
penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas. Ibu telah kami
obati dan panasnya telah turun, setelah ini kami akan operasi untuk
mengeluarkan bayi dari perut ibu." Bulu kuduk saya merinding
mendengarnya, sambil menjabat erat tangan sang dokter saya berkata.
"Terima kasih dokter, semoga Tuhan membalas semua kebaikan dokter."



Saya meninggalkan ruangan dokter itu.... dengan berbisik pada diri
sendiri "Ibu, I miss you so much."

-Jamil Azzaini-

Keterangan Penulis:
Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku Best Seller KUBIK
LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup

...........(ai_fie2/06)...........very miss u mom......



2 comments:

Anonymous said...

Sumpah Ana menangis membaca artikel ini. masya Alllah. Subhanallah. Astaghfirullah. Allahu Akbar. Lailaha illallah. lahaula wala kuata illabilah

Anonymous said...

akh zaid (ikhwan to?) jangan pake nama samaran dong.kan kita jadi g tau anta siapa.terharu itu hal yang wajar kok meskipun untuk seorang ikhwan. knapa mesti ditutupi?
Afwan.jazakallah.